TAKSONOMI
BLOOM DAN TAKSONOMI SOLO
Perubahan kurikulum selalu
dilatar belakangi oleh berbagai alasan dan salah satu alasan adalah perubahan
paradigma tentang pendidikan khususnya pembelajaran sebagai dampak dari perkembangan
ilmu dan teknologi. Perubahan kurikulum tentunya akan membawa perubahan pada
tujuan pendidikan atau pembelajaran. namun untuk perubahan kurikulum selalu
didasarkan pada teori dan juga hasil penelitian. Oleh karena itu persepsi kita
tentang pergantian menteri berarti pergantian kurikulum nampaknya kurang tepat.
Kurikulum 2013 merupakan salah
satu kurikulum yang lahir dari perubahan. Taksonomi merupakan salah satu yang
melatar belakangi perubahan kurikulum 2013. Dalam Permendikbud nomor 20 tahun
2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dikatakan bahwa kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Lebih
lanjut dalam kurikulum 2013, untuk dimensi pengetahuan, kompetensi yang harus
dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menyangkut pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif. Dilihat dari
klasifikasinya maka rumusan ini mengacu pada Taksonomi Bloom yang direvisi oleh
Anderson and Krathwol. Dalam permendikbud nomor 21 tahun 2016 hal ini
ditegaskan. Namun selain Taksonomi Bloom terdapat satu taksonomi baru yang dijadikan
sebagai dasar pengembangan pembelajaran yakni Structure of Observed Learning
Outcome (SOLO) Taxonomy. Taksonomy SOLO pertama kali dikembangkan oleh
Biggs dan Collin (1982) dan telah diperbarui tahun 2003 digunakan sebagai dasar
untuk mengelompokkan Tingkat Kompetensi untuk aspek pengetahuan. Berikut akan
dipaparkan tentang kedua taksonomi yang digunakan dalam kurikulum 2013.
A. Taksonomi
Bloom revisi
Taksonomi
adalah sebuah kerangka pikir khusus yang kategori-kategorinya merupakan satu
kontinum. Dalam pendidikan taksonomi digunakan untuk mengklasifikasikan
tujuan-tujuan pendidikan. Taksonomi yang dibuat oleh Bloom menurut Anderson and Krathwol
perlu direvisi. Taksonomi haruslah memuat
suatu tindakan oleh karena itu tingkatan yang dibuat adalah tingkatan
kata kerja. Oleh karena itu perubahannya salah satunya dari kata benda menjadi
kata kerja dan selanjutnya diikuti kata benda. Jadi pada awalnya taksonomi Bloom
hanya satu dimensi, namun pada taksonomi Bloom revisi menjadi dua dimensi yang
terdiri atas dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Kata kerja mendeskripsikan
proses kognitif yang diharapkan dari peserta didik, sedangkan kata bendanya
mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan dikuasai atau dikonstruksi peserta
didik.
Ø Dimensi Pengetahuan
Dalam
dimensi pengetahuan terdapat empat jenis pengetahuan. Empat jenis pengetahuan
yang akan dijelaskan dapat membantu para pendidik memutuskan apa yang akan
diajarkan. Klasifikasi jenis-jenis pengetahuan dirancang untuk
spesifikasi tujuan pendidikan. Tingkat spesifikasi memungkinkan empat jenis
pengetahuan tersebut diterapkan untuk semua tingkat kelas dan mata pelajaran. Empat
pengetahuan tersebut adalah:
1)
Pengetahuan faktual
Pengetahuan faktual
meliputi elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa ketika akan mempelajari
disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. dalam
pengetahuan faktual trediri dari dua sub jenis:
a)
Pengetahuan tentang terminologi.
Pengetahuan
ini melingkupi pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan nonverbal
(misalnya, kata, angka, tanda dan gambar).
b)
Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik.
Pengetahuan ini merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, orang,
tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Pengetahuan ini meliputi informasi
yang mendetail dan spesifik.
2)
Pengetahuan konseptual
Pengetahuan
konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi dan hubungan
antar dua atau lebih kategori atau klasifikasi pengetahuan yang lebih kompleks
dan tertata. Pengetahuan konseptual meliputi skema, model mental, atau teori yang
implisit atau eksplisit dalam beragam model psikologi kognitif. Pengetahuan
konseptual terdiri dari tiga sub jenis:
a)
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori.
Pengetahuan
ini meliputi kategori, kelas, divisi dan susunan yang spesifik dalam disiplin-disiplin
ilmu. Perlunya klasifikasi dan kategori dapat digunaka untuk menstrukturkan dan
mensistematisasikan fenomena.pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori lebih
umum dan sering lebih abstrak daripada pengetahuan tentang terminologi dan
fakta-fakta yang spesifik.
b)
Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi.
Prinsip dan generalisasi
dibentuk oleh klasifikasi dan kategori. Umumnya merupakan bagian yang dominan
dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji fenomena atau
menyelesaikan masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi mencakup pengetahuan tentang abstraksi-abstraksi
tertentu yang meringkas hasil-hasil pengamatan terhadap suatu fenomena.
c) Pengetahuan tentang teori,
model, dan struktur.
Pengetahuan
ini meliputi pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi sarta antara keduanya
yang menghadirkan pandangan yang jelas, utuh dan sistemik tentang sebuah
fenomena , masalah, atau materi kajian yang kompleks. Pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur mencakup pengatahuan tentang berbagi paradigma,
epistemologi, teori dan model yang digunakan dalam disiplin disiplin ilmu untuk mendeskripsikan,
memahami, menjelaskan dan memprediksi fenomena.
3)
Pengetahuan
prosedural
Pengetahuan
prosedural meliputi bagaimana melakukan sesuatu, mempraktikkan metode-metode
penelitian, dan kriteria-kriteria untuk menggunakan ketrampilan, algoritma,
teknik dan metode. Pengetahuan prosedural bergulat dengan pertanyaan
“bagaimana”, dengan kata lain pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan
tentang beragam proses. Pada pengetahuan ini terdiri dari tiga subjenis:
a)
Pengetahuan
tentang ketrampilan dalam bidang tertentu dan algoritme.
b) Pengetahuan tentang teknik dan metode
dalam bidang tertentu. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan yang umumnya
merupakan hasil konsensus, kesepakatan atau ketentuan dalam disiplin ilmu,
bukan hasil pengamatan atau eksperimen atau penemuan langsung. Pada umumnya
pengetahuan ini menunjukkan bagimana para ilmuan dalam bidang mereka berpikir
dan menyelesaikan masalah-masalah, bukan hasil penyelesaian masalah atau
pemikiran.
c) Pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat.
4)
Pengetahuan
metakognitif
Pengetahuan metakognitif meliputi
pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran dan pengeahuan tentang
kognisi diri sendiri. Pada pengetahuan ini meliputi tiga subjenis;
a) Pengetahuan strategis. Pengetahuan
strategis merupakan pengetahuan perihal strategi-strategi belajar dan berpikir
serta pemecahan masalah. Pengetahuan ini mencakup strategi-strategi umum umum
untuk menyelesaikan masalah (problem solving) dan berpikir.
b) Pengetahuan tentang tugas-tugas
kognitif.
c) Pengetahuan diri. Pengetahuan ini
mencakup pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri dalam
kaitannya kognisi dan belajar
Ø Dimensi Proses Kognitif
Dimensi proses kognitif merupakan
klasifikasi proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat
dalam tujuan-tujuan bidang pendidikan. Dalam dimensi proses kognitif terdiri
dari enam kategori. Dalam dimensi ini kata kerja dari Kompetensi Dasar dan
soal-soal dianalisis berdasarkan proses kognitif, dan dimasukkan sesuai dengan
kategori dari kata kerja tersebut. Untuk memudahkan dalam analisis maka perlu
adanya penjelasan dari setiap kategori dan kata kerja operasionalnya yang
diuraikan pada tabel berikut.
Tabel Dimensi
Proses Kognitif
|
Nama-nama lain
|
|
|||
|
Mengingat
(remember): mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang
|
|||||
|
1.1 Mengenal
|
Mengidentifikasi
|
Menempatkan
pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan
tersebut
|
|||
|
1.2. mengingat kembali
|
Mengambil
|
Mengambil
pengetahuan yang relevan dari memori jangka pajang
|
|||
|
Memahami:
mengkontruksi makna dari materi pembelajaran yang dikomunikasikan secara lisan, tertulis maupun grafik
|
|||||
|
2.1
Menafsirkan
|
Mengklarifikasi,
Memparafrasaka,
Merepresentasi,
Menerjemahkan
|
Mengubah
satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain
|
|||
|
2.2
Mencontohkan
|
Mengilustrasikan,
Memberi
contoh
|
Menemukan
contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip
|
|||
|
2.3
Mengklasifikasikan
|
Mengkatagorikan,
Mengelompokkan
|
Menentukan
sesuatu dalam satu kategori
|
|||
|
2.4
Merangkum
|
Mengabstraksi,
Mengeneralisasi
|
Mengabstraksikan
tema umum atau poin-poin pokok
|
|||
|
2.6
Menyimpulkan
|
Menyarikan,
Mengekstrapolasi,
Mengiterpolasi,
Memprediksi
|
Membuat
kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima
|
|||
|
2.7
Membandingkan
|
Mengontraskan,
Memetakan,
Mencocokkan
|
Menentukan
hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya
|
|||
|
2.8
Menjelaskan
|
Membuat
model
|
Membuat
model sebab-akibat dalam sebuah sistem
|
|||
|
3.
Mengaplikasikan: menerapkan atau menggunakan sesuatu prosedur dalam keadaan
tertentu.
|
|||||
|
3.1
Mengeksekusi
|
Melaksanakan
|
Menerapkan
suatu prosedur pada tugas yang familier
|
|||
|
3.2
Mengimplementasikan
|
Menggunakan
|
Menerapkan
suatu prosedur pada tugas yang tidak familier
|
|||
|
4. Menganalisis:
memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan
hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian tersebut
dan keseluruhan struktur atau tujuan.
|
|||||
|
4.1
Membedakan
|
Menyendirikan,
Memilih,
Memfokuskan,
Memilah
|
Membedakan
materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan bagian yang penting
dari yang tidak penting
|
|||
|
4.2
Mengorganisasi
|
Menemukan,
Koherensi,
Memadukan,
Membuat,
Garis
besar,
Mendeskripsikan
peran,
Menstrukturkan
|
Menentukan
bagaimana elemen-elemn bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur
|
|||
|
4.3
Mengatribusikan
|
Mendekonstruksi
|
Menentukan
sudut pandang, bias, nilai atau maksud dibalik materi pelajaran
|
|||
|
5.
Mengevaluasi: mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar
|
|||||
|
5.1
Memeriksa
|
Mengoordinasi,
Mendeteksi,
Memonitor,
Menguji
|
Menemukan
inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk, dan menemukan
efektifitas prosedur yang sedang dipraktikkan
|
|||
|
5.2
Mengkritik
|
Menilai
|
Menemukan
inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal dan menemukan ketepatan
suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah
|
|||
|
6.
Mencipta: memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan
koheren atau untuk membuat sesuatu produk yang orisinil.
|
|||||
|
6.1
Merumuskan
|
Membuat
hipotesis
|
Membuat
hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria
|
|||
|
6.2
Merencanakan
|
Mendesain
|
Merencanakan
prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas
|
|||
|
6.3
Memproduksi
|
Mengkonstruksi
|
Menciptakan
suatu produk
|
|||
Kedua dimensi ini dapat dilihat pada diagram
berikut.

TAKSONOMI
SOLO
Taksonomi SOLO adalah klasifikasi respon
nyata dari siswa tentang struktur hasil belajar yang dapat diamati. Taksonomi
SOLO dikhususkan pada respos siswa
terhadap masalah. Kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses
berfikir atau kegiatan intelektual seseorang yang tidak dapat secara langsung
terlihat dari luar. Kemampuan
kognitif yang dapat dilihat adalah tingkah laku sebagai akibat terjadinya
proses berfikir seseorang. Dari tingkah laku yang tampak itu dapat ditarik
kesimpulan mengenai kemampuan kognitifnya. Apa yang terjadi pada seseorang yang sedang
belajar tidak dapat diketahui secara langsung tanpa orang itu menampakkan
kegiatan yang merupakan fenomena belajar.
Kita tidak dapat melihat secara langsung
proses berfikir yang sedang terjadi pada seorang siswa yang sedang dihadapkan
pada sejumlah pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui kemampuan
kognitifnya dari jenis dan kualitas respons yang diberikan.
Teori perkembangan intelektual anak yang
banyak diikuti adalah teori perkembangan Piaget. Piaget berasumsi bahwa tingkat
perkembangan stabil dan tanpa balik. Stabil
artinya respon siswa terhadap tugas-tugas yang sejenis atau setingkat akan sama
dan tanpa balik artinya apabila dia berada pada suatu tingkat, maka tidak akan
kembali ke tingkat sebelumnya. Biggs dan Collis mengamati bahwa dalam kehidupan
nyata terutama di dalam pembelajaran terdapat penyimpangan dari asumsi Piaget
tersebut. Menurut Biggs dan Collis bahwa level respons seorang siswa akan berbeda
antara suatu konsep dengan konsep lainnya, dan perbedaan tersebut tidak akan
melebihi tingkat perkembangan kognitif optimal siswa seusianya. Jadi respon siswa terhadap tugas-tugas yang sejenis
adalah bervariasi. Suatu saat seorang siswa menunjukkan tingkat lebih rendah, tetapi
di saat lain menunjukkan tingkat yang lebih tinggi. Hal ini merupakan sifat
alam dalam perkembangan intelektual siswa.
Deskripsi tentang taksonomi SOLO terdiri
dari lima tingkat yang dapat menggambarkan perkembangan kemampuan berpikir
siswa dalam memecahkan suatu masalah. Berikut deskripsi dari masing-masing
tingkat berdasarkan taksonomi SOLO.
1.
Tingkat Prastruktural
Tingkat prastruktural adalah tingkat dimana
siswa hanya memiliki sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling berhubungan,
sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai
makna apapun. Pada tingkat ini siswa merespon suatu tugas dengan menggunakan
pendekatan yang tidak konsisten. Respon yang ditunjukkan berdasarkan rincian
informasi yang tidak relevan. Konsepsi yang dimunculkan bersifat personal,
subjektif dan tidak terorganisasi secara intrinsik. Artinya siswa tersebut
tidak memahami tentang apa yang didemonstrasikan. Siswa pada tingkat prastruktural
belum bisa mengerjakan tugas yang diberikan secara tepat artinya siswa tidak
memiliki keterampilan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan tugas. Dengan
kata lain siswa sama sekali tidak memahami apa yang harus dikerjakan. Salah
satu hal yang terlihat adalah dengan tidak adanya penyelesaian masalah yang
diberikan siswa.
2.
Tingkat Unistruktural
Pada tingkat ini terlihat adanya hubungan
yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan konsep lainnya tetapi inti
konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat mengindikasi
aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan,
mengingat dan melakukan prosedur sederhana. Terkait dengan pemecahan masalah,
siswa hanya memberikan satu solusi, dan dia menyatakan solusinya hanya itu (walaupun
yang sebenarnya masalah tersebut adalah divergen). Dalam hal berpikir
kreatif, siswa tersebut mendemonstrasikan suatu pola pikir yang unidirectional,
yang memfokuskan pada satu aspek atau satu strategi atau satu solusi. Dia
berpikir terbatas pada parameter, dan membuat hubungan antar item secara
langsung. Siswa pada tingkat ini bisa merespon dengan sederhana pertanyaan yang
diberikan akan tetapi respon yang diberikan oleh siswa belum bisa dipahami.
Siswa pada tingkat ini mencoba menjawab pertanyaan secara terbatas yaitu dengan
cara memilih satu informasi yang ada pada pertanyaan yang diberikan. Tanggapan
siswa hanya berfokus pada satu aspek yang relevan.
3.
Tingkat Multistruktural
Pada tingkat ini siswa sudah memahami
beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah satu sama lain sehingga
belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah
terbentuk namun demikian kemampuan metakognisi belum tampak pada tahap ini.
Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tingkat
ini antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan,
membuat daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma. Siswa pada tingkat ini
menggunakan dua atau lebih informasi, namun urutan informasi tersebut sering
gagal memberikan penjelasan mengapa atau apa hubungan diantara sekumpulan data
tersebut. Berkaitan dengan berpikir kritis, siswa menfokuskan pemikiran pada
beberapa aspek strategi atau solusi, tanpa mampu menghubungkan aspek-aspek dan
strategi-strategi yang jelas-jelas saling berkaitan. Siswa yang memiliki
kemampuan merespon masalah dengan beberapa strategi yang terpisah. Banyak
hubungan yang dapat mereka buat, namun hubungan-hubungan tersebut belum tepat.
4.
Tingkat Relasional
Pada level ini siswa dapat menghubungkan
antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan. Pada tingkat ini siswa
dapat menunjukkan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan konsep,
memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan
sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang
mengindikasikan kemampuan pada tingkat ini antara lain; membandingkan,
membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan,
menghubungkan. Siswa pada tingkat ini dapat memberikan lebih dari satu interpretasi
dari suatu argumen. Siswa dapat memberikan beberapa solusi untuk suatu masalah divergen,
dan memberikan hubungan antar solusi yang mungkin. Siswa pada tingkat ini juga
dapat mengaitkan hubungan antara fakta dan teori serta tindakan dan tujuan.
Siswa mulai mengaitkan informasi-informasi menjadi satu kesatuan yang koheren, sehingga
siswa memperoleh konklusi yang konsisten. Pemahaman siswa terhadap beberapa
komponen terintegrasi secara konseptual. Siswa dapat menerapkan konsep untuk
masalah yang familiar dan tugas situasional. Siswa dapat mengaitkan
bagian-bagian menjadi satu kesatuan.Kemampuan siswa pada tingkat relasional
mampu memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana
bagian-bagian tersebut dihubungkan dengan beberapa model dan dapat menjelaskan kesetaraan
model tersebut. Kemampuan memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan
metodologi dengan lebih dari satu kriteria untuk menentukan kualitas tertentu
dan dapat menjelaskan keterkaitan penilaian dengan beberapa kriteria tersebut.
5.
Tingkat Extended Abstract
Pada tahap ini siswa melakukan koneksi
tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang sudah diberikan saja melainkan
dengan konsep-konsep di luar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan
sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata kerja yang
merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara
lain, membuat suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan
refleksi serta membangun suatu konsep. Dalam hal pemecahan masalah, siswa pada
tingkat ini dapat memberikan penjelasan tentang hubungan antar solusi yang
mungkin, melakukan justifikasi terhadap solusi tersebut untuk membangun
struktur baru. Dalam hal berpikir kritis, menyajikan pemikiran dengan pandangan
yang menyeluruh, imajinatif atau original untuk menghubungkan antara aspek yang
tidak berhubungan secara langsung. Dia mampu mendemonstrasikan berpikir multidimensi, dan dapat
menghubungkan dengan item-item di luar yang ada sehingga terbentuk gagasan
baru. Siswa pada tingkat ini sudah menguasai materi dan memahami soal yang diberikan
dengan sangat baik sehingga siswa sudah mampu untuk merealisasikan ke
konsep-konsep yang ada.
Selain ke lima tingkat di atas, dalam
taksonomi SOLO juga terdapat tingkatan-tingkatan dari kesulitan suatu
pertanyaan. Tingkatan tersebut adalah
sebagai berikut :
1)
Pertanyaan Unistruktural (U): pertanyaan
dengan kriteria menggunakan sebuah informasi yang jelas dan langsung dari stem
(pokok soal).
2)
Pertanyaan Multistrutural (M): pertanyaan
dengan kriteria menggunakan dua informasi atau lebih dan terpisah yang termuat dalam
stem. Semua informasi atau data yang diperlukan dapat segera digunakan
untuk mendapatkan penyelesaian.
3)
Pertanyaan Relasional (R): pertanyaan
dengan kriteria menggunakan suatu pemahaman dari dua informasi atau lebih yang termuat
dalam stem. Semua informasi diberikan, namun belum bisa segera digunakan
untuk mendapatkan penyelesaian soal. Dalam kasus ini tersedia data yang harus
digunakan untuk menentukan informasi sebelum dapat digunakan untuk memperoleh penyelesaian
akhir. Alternatif lain adalah menghubungkan informasi-informasi yang tersedia
dengan menggunakan prinsip umum atau rumus untuk mendapatkan informasi baru.
Dari informasi atau data baru ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperoleh
penyelesaian akhir.
4)
Pertanyaan Abstrak diperluas (E):
pertanyaan dengan kriteria menggunakan prinsip umum yang abstrak atau hipotesis
yang diturunkan dari informasi dalam stem. Semua informasi atau data diberikan
tetapi belum bisa segera digunakan untuk mendapatkan penyelesain akhir. Dari
data atau informasi yang diberikan itu masih diperlukan prinsip umum yang
abstrak atau menggunakan hipotesis untuk mengaitkannya sehingga mendapatkan
informasi atau data baru. Dari informasi atau data baru ini kemudian disintesakan sehingga dapat diperoleh
penyelesaian akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar